Esensi Budaya Sunda, Antara Modernisasi dan Kehilangan Identitas

oleh -136 Dilihat
oleh

Garutplus – Di tengah gempuran arus modernisasi, budaya Sunda, seperti halnya budaya-budaya lain di Indonesia, tak luput dari pengaruh dan perubahan. Modernisasi membawa kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan, namun di sisi lain, dikhawatirkan dapat menggeser nilai-nilai dan tradisi luhur budaya Sunda.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Dewan Kesenian Garut (DKG) Drs. Agus Sobarna dalam wawancara di Ruang kerjanya, Jalan Ahmad Yani, Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (18/06/2024).

Agus menyebutkan, beberapa hal yang menunjukkan bahwa esensi budaya Sunda mulai ditinggalkan dalam era modernisasi, antara lain, menurunnya minat generasi muda terhadap seni dan budaya Sunda serta tren perubahan pada seni Upacara Adat Sunda khusunya dalam acara pernikahan.

“Selain dari banyaknya generasi muda yang lebih tertarik dengan budaya populer global daripada mempelajari seni dan budaya Sunda, seperti tari tradisional, wayang golek, dan musik jaipong yang lebih membuat prihatin adalah penambahan di luar pakem yang sudah baku pada penyajian Upacara Adat Sunda,” ungkap Agus.

Agus mengakui modernisasi membawa perubahan gaya hidup yang semakin individualistis dan konsumtif. Hal ini dapat mengikis nilai-nilai esensi budaya Sunda. Ia mencontohkan pada penambahan upacara “Kirab” yang sudah keluar dari pakem Upacara Adat.

“Pada kenyataanya Acara Kirab dan melepas balon serta melempar kembang kepada khalayak ramai adalah hasil adopsi dari budaya barat yang jauh dari filosofi budaya Sunda,” sebutnya.

Hal ini menurut Agus akibat dari pengaruh globalisasi dan kemudahan akses informasi yang memungkinkan budaya luar masuk dengan mudah, ini dapat menyebabkan akulturasi budaya yang berlebihan dan menggeser nilai-nilai budaya Sunda.

“Keluar dari pakem, Upacara Adat Sunda dapat membawa berbagai dampak negatif, antara lain, hilangnya identitas yang merupakan salah satu elemen penting dalam membentuk identitas suatu bangsa,” katanya.

Kekhawatiran Sekretaris DKG ini ketika para pelaku seni sudah meninggalkan budaya Sunda dapat menyebabkan hilangnya identitas masyarakat Sunda dan melemahkan rasa cinta tanah air.

“Merosotnya moral terhadap nilai-nilai luhur budaya Sunda, seperti kesantunan, keramahan, dan gotong royong, dapat memudar jika budaya Sunda tidak dilestarikan. Hal ini dapat berakibat pada merosotnya moral masyarakat,” ujar dia.

Perubahan atau penambahan pada tradisi Upacara Adat Sunda yang merupakan warisan leluhur yang perlu dilestarikan, dikawatirkan akan memutus mata rantai tradisi dan membuat generasi muda kehilangan pemahaman tentang sejarah dan asal-usul mereka.

Untuk mencegah hilangnya esensi budaya Sunda di era modernisasi, diperlukan upaya-upaya pelestarian yang berkelanjutan, seperti meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada generasi muda tentang pentingnya budaya Sunda.

Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti sekolah, komunitas budaya, dan media massa. Pemerintah dan masyarakat perlu memberikan dukungan kepada pelaku seni dan budaya Sunda agar mereka dapat terus berkarya dan melestarikan budaya Sunda.

Walaupun budaya Sunda dapat diintegrasikan dalam kehidupan modern dengan cara yang kreatif dan inovatif. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan unsur budaya Sunda dalam desain interior, fashion, dan produk-produk modern lainnya, tetapi tidak bisa menyentuh hal-hal yang dianggap sakral dan mempunyai filosofi luhur.

Melestarikan budaya Sunda di era modernisasi merupakan tanggung jawab bersama. Upaya-upaya pelestarian yang berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa esensi budaya Sunda tetap terjaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.

“Maka dari itu Dewan Kesenian Garut merasa bertanggung jawab pada pelestarian esensi budaya Sunda, sebab merupakan kekayaan bangsa yang perlu dijaga dan dilestarikan. Dengan menjaga budaya Sunda, kita juga menjaga identitas dan jati diri bangsa Indonesia,” tandas Agus. (Put)